KAMMI IN ACTION

Kamis, 01 Juli 2010

PERNYATAAN SIKAP MENOLAK REVISI UU NOMOR 38 TAHUN 1999 Versi Depag RI Tentang Pengelolaan Zakat





Potensi zakat sebagai salah satu sumber bagi usaha pemberdayaan masyarakat sangat besar. Untuk mengoptimalisasikan potensi tersebut tentu dibutuhkan wadah pengelola zakat yang baik dan mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat. Membangun pengelola zakat yang dipercaya masyarakat tentu saja bukan monopoli pemerintah, karena pemerintah kita tidak menggunakan yariat islam sebagai landasan Negara.
Perkembangan terkini menunjukkan bahwa ada usaha untuk mengerdilkan keberadaan masyarakat sipil dalam pengelolaan zakat dengan merevisi Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengolalaan Zakat. Secara subtansial, draft RUU tentang pengelolaan zakat yang disusulkan Departemen Agama (Depag) mengarah pada usaha menutup atau membatasi pengelolaan zakat yang dilakukan oleh masyarakat sipil melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Usulan Depag untuk membentuk wadah tunggal Pengelolaan Zakat di Indonesia melalui Draft 1 Rancangan UU tentang Perubahan atas UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang pada pokoknya mengubah status LAZ hanya menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagaimana Rancangan UU pasal 7 ayat 2 adalah mengerdilkan potensi masyarakat (civil society).
Depag seharusnya memaksimalkan posisi sebagai pengatur (regulator) dalam melakukan perlindungan, pembinaan dan pelayan (pasal 2 UU No. 38 tahun 1999). Apabila Depag ikut sebagai penyalur tunggal tunggal zakat, maka siapa lagi yang akan bertindak sebagai regulatior pengelolaan zakat.
Menyikap kondisi tersebut, dengan pertimbangan :
1. Bahwa alasan Depag mengerdilkan LAZ adalah untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat merupakan pernyataan tanpa dasar. Dengan keberadaan LAZ saja potensi zakat belum terkelola secara maksimal, apalagi dengan mengerdilkannya. Secara faktual, zakat yang dikelola LAZ lebih dibandingkan zakat yang dikelola BAZ (Depag).

Tidak ada komentar: